Banyak hal yang bisa menjatuhkan kita. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkan kita adalah sikap kita sendiri.

Sabtu, 09 Juni 2012

Serba Salah





Seharian ini aku agak kedodoran mengatur siklus hati, rasanya gak nyaman terkondisi serba salah.
Ini tentang empatyku yang merasa terabaikan .. , padahal aku serius berharap cemas mendapat info berita dari seseorang yang kuanggap sangat berarti dalam hidup, lhaa kok dia yang kukuatirkan seperti cuek.

Tiba-tiba aku teringat percakapanku dengan si kembar.
Salah satu dari anak kembarku mengerutkan keningnya, saat aku bilang bahwa aku rindu pada salah seorang teman perempuanku yang usianya jauh lebih tua dariku, tiba-tiba saja tawa kecilnya terdengar.

"Kok bisa sama ya ma?, adik kelasku juga gitu, dia idola banget sama aku, justru aku yang cuek, gak enak aja risi jadinya." Paparnya dengan pandangan mata setengah nerawang, sekian menit berikutnya kami saling melempar pandang, anakku lantas mendekati kemudian memelukku.

“Maafkan aku ma, pasti mama butuh teman bicara yang nyaman disaat-saat tertentu, apakah yang lain tak bisa menggantikan?” Anakku balik bertanya, aku terdiam.
Sejujurnya aku pun ragu akan jawaban yang tiba-tiba muncul dibenakku.
Sejatinya kita memang harus siap hidup kembali sendirian tanpa bantuan siapapun kecuali curhat kepada sang Pecipta, namun … ini jelas tak mudah.
Lantas kemudian aku pun teringat sesuatu, lama sebelum hari ini ..

Suatu pagi seusai sholat dhuha, ponselku berkedap kedip, suaranya pelan, dan memang sengaja ku kecilkan volumenya, ada sebuah nama tertera display ponsel.

“Dee, ini Aya ……………”  Dan bla bla bla Aya bicara panjang lebar, berikut kudengar isak pilu tertahan. 
Kubiarkan Aya menyelesaikan tangisnya, di susul curhatan hatinya yang kadang diselipi dengan senggukan isak tangis tertahan.

Lucunya disaat yang sama, tiba-tiba aku juga teringat kepada temanku di ujung sana, yang saat ini sedang sakit. 
Dulu  aku sempat berhayal, bahwa aku ingin sekali bertemu dengannya, lantas kami bincang-bincang, aku juga sempat berhayal, kami bertemu di sebuah pantai, dengan debur ombak yang memekak hebat ditelinga, lalu  sepakat bicara pelan sambil mengukur kekuatan konsentrasi pikiran menahan lajunya brisik alam disekitar.
 Yaa, inilah khayalku yang belum kesampaian sampai kemudian datang telepon dari Aya.

Ada banyak sebab kenapa aku butuh sekali bertemu dengan temanku.  Aku ingin sekali bicara dengannya, tak melulu aku harus curhat kepadanya, apapun alasannya kita tetap butuh teman bicara, butuh berhabluminnanas secara sehat, tentunya pasti akan juga sampai pada berhabluminallah smpurna dan terjaga.

Ia tau.
Aku ingin bicara tentang kehidupan, yang tak bisa dibeli diwacana manapun terkecuali itu ada pada proses pengalaman hidup seseorang, pengalaman hidup yang kemudian melahirkan rasa `empati` pada siapapun saja, terlebih mereka yang mengalami sendiri, `tercubit, terjepit` ganasnya hidup, lantas menggelepar sendirian. Kasarnya adalah aku ingin berbagi empati.

Ia tau.
Kadang aku sering bertanya-tanya, mengapa banyak sekali orang-orang yang selalu saja terjebak pada situasi seperti ini, disaat kita butuh sekali teman bicara, yang dibutuhkan bahkan cenderung `cuek` seperti sama sekali tak perduli.
Duuh, ingin rasanya aku berteriak, mengapa selalu saja kita terlambat menyadari , bahwa sesungguhnya kita  butuh rasa `empati` , setidaknya, cukup untuk mendengarkan saja saat kita butuh  bicara.
Benar, cukup dengarkan  saja saat kita butuh bicara …
Seharusnya ia tau hal ini.

Kini , semuanya di mataku, tak ubahnya seperti  mereka yang lain, selalu menganggap aku ini `aneh`, terlalu mengkultuskan seseoranglah  inilah, itulah, lantas berakhir dengan.

“Dee, maafkan aku ya?, selama ini aku salah mendugamu.”

Kembali ke Aya dan anakku
Aya tempo hari bilang akh … , lagi-lagi  Aya mengatakan hal yang sama.

“Dee, maafkan aku..”
Dulupun temanku juga pernah bilang.

“Dee, maafkan aku. ”

Lantas anakku pernah bilang.

“Maafkan aku ma, pasti mama butuh teman bicara yang nyaman disaat-saat tertentu, apakah yang lain tak bisa menggantikan?” 

Sejujurnya saja aku tak punya keberanian lagi untuk `marah`, karena `marah sudah lama ku pendam jauh ke dasar bumi, dan tak ingin ku lihat lagi.

Maka hari ini aku hanya ingin bilang, apa yang salah dengan aku ? jika hari ini aku seakan terkondisi serba salah, aku kesulitan menemui seseorang yang sedang terkapar sakit, aku kesulitan mendapatkan info tentangnya. 
Aku ingin berbagi empaty bukan minta dibagi.
Apa kah aku berlebihan?
Kurasa hidup ini lebih aneh dari sekedar berjalan luruuus kedepan .. 

Astghfirrlaaah ... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar