Banyak hal yang bisa menjatuhkan kita. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkan kita adalah sikap kita sendiri.

Jumat, 10 Agustus 2012

Mata, Perdebatan Dan Makna Kehilangan


Terakhir aku melihatmu benar –benar menangis sekitar tahun 2008, ketika lelaki kecilmu `menolak` pulang ke pelukanmu, fantastis sekali..! 

Aku bahkan sempat berulang kali tertegun, saat matamu memerah usai menangis diam-diam dikamar.

Lelaki memang nyaris sulit terlihat menangis..! 
Dan kini aku tahu, salah satunya adalah kamu..
Kurasa tak perlu lagi aku `menjewer`mu, untuk melihatmu menangis lagi, sebab ini adalah sebuah pengecualian. 

Kubilang sebuah pengecualian karena itu akan berarti selamanya kamu tak akan lagi melihatku.. 

Maukah? 

Lelakiku,
Mari aku bisikkan sesuatu, `sebenarnya aku tak tega kepadamu`, terlebih jika teringat puisi yang sengaja kubuat untukmu kala itu, tapi …

Aku risi melihat matamu..! matamu kini kerap memerah, bukan karena sebab menangis, melainkan merah karena penuh aroma kemarahan, kebencian, tanpa sebab.

Tahukah kamu? kini aku kerap merindukan kamu untuk menangis..
Menangis  akan sesuatu.

Sesuatu yang dulu sempat menjadikan kamu menangis hebat empat tahun yang lalu, 
Ia adalah azaa wajala, yang sempat menghukummu, untuk merasakan, menggugurkan keangkuhanmu.

Baru kusadari betapa sesungguhnya hatimu kini kembali membatu, `keras bagai batu`, sebaliknya kamu malah membiarkan sesuatu yang buruk tumbuh subur, bergerak cepat seluruh tubuhmu. .

Mata dan perdebatan nyaris menjadi barang mainan, yang sebentar-sebentar kamu mainkan, terus berulang-ulang.
Matamu memerah, marah, menakutkan, membingungkan, meresahkan hatiku yang separuhnya telah `patah`.
Sungguh, jika kini aku meminta Allah untuk membuatmu menangis lagi, semata karena aku kasian kepadamu..

Lelakiku,
Ingat-ingat pesanku ini...

“Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta’ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. 
Dan hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.”

Ketahuilah, Syaikh As-Sa’di rahimahullah pernah menjelaskan bahwa kerasnya hati ini termasuk hukuman paling parah yang menimpa manusia (akibat dosanya).

Apakah kamu memilih bagian yang ini? semata karena gandrung pada :
* Berlebihan dalam berbicara
* Melakukan kemaksiatan atau tidak menunaikan kewajiban
* Terlalu banyak tertawa
* Terlalu banyak makan
* Banyak berbuat dosa
* Berteman dengan orang-orang yang jelek agamanya.

Lelakiku, 

Tahanlah lisanmu, lihatlah sebuah ruang baiti jannati telah kusiapkan untukmu, pasti akan  terasa luas untukmu, disinilah kuharapkan kamu menangisi kesalahan-kesalahanmu, kelak.
Di ruang baiti jannati inilah kelak kamu akan kutinggalkan, kubiarkan, untuk benar-benar kembali menangis.
Agar kamu memahami betapa berartinya makna sebuah `kehilangan`. 


Catatan :  Hasil curhatan selama Ramadan

Rabu, 01 Agustus 2012

Fitrah Dan Kasih




Ketika sana sini memperdebatkan sebuah kata ` M a a f`
Di beberapa tempat, `maaf` separuhnya kini menjadi benda mati, lepas dari senyawa apapun, tanpa rasa, tanpa warna.
Sesulit itukah memaafkan ..?

Alam mungkin sedang berisyarat, saat sebelah alas kakiku hilang, ia berkehendak agar aku sepenuhnya menyentuh bumi, mengajari kembali keliaran jiwa ini, untuk tetap terkendali.
Alam pun menyuruhku kembali menyatu dengan dari mana aku berasal : `F i t r a h`

Yang di dalamnya ada : 


Wanita yang penyayang dan lembut, bukan wanita yang kasar.
Wanita yang bijaksana dan sabar, bukan wanita yang dingin hingga di jauhi.
Wanita  yang di cintai dan di rindukan, bukan wanita yang lalai dan di lalaikan.
Wanita yang mukminah dan bersyukur, bukan wanita yang kafir dan kufur.

Wanita, berstatus sebagai  seorang ibu yang qana'ah, bukan  menjadi wanita yang mubazir.
Wanita  penghuni syurga, bukan menjadi wanita penghuni neraka.

Wanita yang pendiam dan lemah lembut, bukan menjadi wanita cerewet dan kasar.
Wanita seperti wanita yang Allah ta'ala suka melihatnya.
dan bukan  menjadi wanita seperti wanita yang syaitan senang melihatnya.
 
 Saat diri ini dikecewakan orang, disepelekan, dipojokkan…
Ada anugrah terhebat di dunia, memungkinkan terjadinya mujizat, dimiliki semua orang, tapi sering diabaikan.
Anugrah itu ada dalam hatiku dan tinggal kuaktifkan,
Ia bernama: K A S I H

Artinya, fitrahku haruslah berjiwa besar …
"Apabila engkau menghendaki suatu perkara, maka engkau harus bersikap tenang sehingga Allah memperlihatkan kepadamu jalan keluarnya" 
( H.R Bukhari ).


 


Rabu, 20 Juni 2012

Bias Cahaya



Ketika kita menua dan kembali menyerupai bocah, ada pantulan beningnya hati.
Pantulan bening, sebening mata bocah ..
Semoga bias-cahaya Ilahi menyertai .. (Aamiin)
Begitulah makna kasih sayang, cintai mencintai .. 
Tak harus memiliki.. 
Tak harus saling berdekatan, saling memandang..
Karena mata hati lebih tajam dari sekedar ucapan.
Aku melihat begitu banyak pembelajaran pada sosok yang satu ini ..
Aku melihatnya bagai cermin, sebagaimana aku harus melakukan ..

Kepadamu yang kusayang..
Matahari  hatiku yang terdalam.
Terima kasih,
Terima kasih telah menyertai perjalaanan hatiku
Kamu benar,

`SENJA temaram ....dan boleh jadi hati kami lebih gelap dari langit malamMu yang sebentar lagi kan datang, namun seperti biasa Engkau tak pernah bosan menyeru
Hayya alal falaah ....Hayya alal falaah ....
Rabbana ampuni kami …`

`Dalam hening ,, terdengar bening denting cinta-Mu , mengisi semesta dan rongga dada yang merindui-Mu,
Wahai Pemilik Malam .... betapa terpananya ku oleh-Mu ... Segala puji hanya bagi-Mu Rabb ... `

Manusia itu seperti jendela kaca yang diberi warna.
ia akan berkilau dan bercahaya saat matahari bersinar,
tapi saat kegelapan datang keindahan sejatinya hanya akan nampak
jika ada sinar dari dalam yang terpancar keluar...


Sejatinya hidup ini tidaklah hitam, atau pun putih.
Ada jutaan nuansa diantara keduanya, tergantung seberapa banyak kita mencampur warna.
Apakah putih yang lebih dominan atau justru hitam yang lebih kuat?
dan itu semua ............ tergantung kata hati kita..

Pada pantulan beningnya hati, 
Pantulan bening, sebening mata bocah ..
Semoga bias cahaya ilahi akan menyertai..
Aamiin.

Allhamdullillah ...

(Cttn feat Adhe Harto dan LV)



Jumat, 15 Juni 2012

GAGAL PAHAM




Kepahaman itu harganya mahal …
Untuk bisa paham akan diri sendiri, kayaknya kita wajib memetakan lagi diam-diam seluruh kekurangan diri, sekaligus berusaha melupakan kebaikan yang tlah menebar. 
Kurasa kita sepakat, bungkus itu gak penting, yang penting isi..! Sebab bungkus bisa mengelabui, nyaris seperti orang berdagang, kecenderung ngibul berulang kali menggoda , itu pasti..!
Itu sebabnya my mursyid kerap mengingatkanku.
“Lebih baik diam atau tinggalkan..!” 

Bergeser sedikit saat melihat sesuatu yang sulit untuk dipahami, agar materi penglihatan meluas, menggiring kita pada kesepakatan diri agar tetap bersikap bijaksana.

Beginilah seharusnya kita … 

Paham itu mahal, memang benar, karena paham tak sekedar mengerti akan diri ini (terutama) tapi juga mengerti kenapa orang lantas masih mampu tersenyum disaat nyata-nyata ia sedang terserang virus hati. 

Tetap ada bedanya, kwalitas dan kwantitas..! 

Biasanya si the beast itu lebih memilih kwantitas, maksaaaa banget berarogan ria, maksaaa banget bernarsis ala udik yang jauh dari etika hidup, jauh dari bualan lisan, jauh dari bualan kata-kata indah nya sendiri, karena semua nya bertujuan sammaaa, yaitu penghancuran diri sendiri secara perlahan-lahan. Dengan tetap mengedepankan sekawanan energy buruk yang bersarang di hati.. 

Gagal paham telah membutakan nuraninya sendiri, melupakan unsur kebaikan yang disisakan Allah kepada kita.
Kalau seseorang memahami, sisi buruk dan sisi baik yang ada dalam diri ini, indikatornya sama, tentunya ia PAHAM bagaimana ia harus bersikap. Tentunya ia akan berjibaku melawan sisi buruknya sendiri, berperang badar secara shahih dimata Allah. 

Sekali lagi aku mau bilang, bungkus itu `Gak Penting` , karena sejatinya jiwa yang baik akan mengiring sendiri kemana kita harus melangkah. 
Ketaqwaan kita pada Allah Ta`alla adalah sesuatu yang amat pribadi. 
Dan yang pasti Allah Ta`alla yang Maha Halus dan Lembut tak akan salah memilih. 

Melibat Allah dalam setiap helaan napas kita jauh lebih penting ketibang urusan apapun yang ada dimuka bumi ini. 
Dia lah yang pada akhirnya akan membukakan mata hati ini, untuk memahami segalanya TERMASUK mencoba memahami kenapa masih saja banyak  berkeliaran sosok-sosok aneh, yang hidup seperti robot, gampang terbujuk syaithon, dengan menu pilihan
“Menyakiti sesama tanpa rasa”

Masih mau mencoba bersikap aneh-aneh? 
Duuuh kasian amat kamu … !



Kamis, 14 Juni 2012

Tentang Kamu Dan Aku



Aku gak bilang bahwa aku lagi senewen, tapi aku paling sebel kalau liat orang suka meniru, ngjiplak lah kasarnya, padahal bolak balik menebar sudut pandang, di hadapan kita ini, memungkinkan kita menjadi sosok pioneer, membuka jalan, pegang bendera dijajaran paling depan.
Sayangnya udara yang kita hirup inipun serasa menjadi penghantar energy positif negative bagi kesamaan pikiran, entah benar atau tidak, atau bahkan mungkin juga aku terlalu kepanjangan mikir bin shu`udzon bin paranoid bin sekawanan curigesyen lainnya, nyatanya intusi kita jadi sama, itu satu.

Kedua..
Aku mau bilang, kenapa aku lari kesini, terus ngagutrut di blog, jujur yaa? aku marah sama kamu..! Kenapa sih, kamu gak bilang aja terus terang kamu tuh sukaaaa sama aku, terutama pada kejujuran aku, iyaaa kan? Ner teu..? Ngakuuu …(tralalaaa trililiiii ..)
 
Ketiga ..
Aku mau bilang, kamu gak akan mampu menebus hatimu lagi, yang separuhnya tergadai dan ada dihatiku, berhubung kamu sendiri yang LALAI ..! pasti bingung, cuapeee dueeeeh .... 

Ke empat..
Aku mau bilang, kalau kamu itu merasa memang pantas didepan, ambillah bendera ditanganku, aku ikhlas, dengan syarat kamupun harus mampu meniru ..! benar-benar tirulah kejujuranku, jangan kepalang untuk menjadi seorang peniru..!
Tiru lah bagamana aku mampu menguasai hatiku saat aku dipaksa-paksa membenci kamu, oleh siapa? Yaa oleh sikapmu .. !
Kamu dan aku sesungguhnya tidak benar-benar saling membenci, yang pasti adalah, kita berdua seperti berlomba ingin saling mempengaruhi .. 

Ke lima ..
Aku mau bilang, ini yang terakhir, jujur itu trade merk aku, dan …., jujur saja aku ragu dengan indentitasmu, kamu ini lelaki atau perempuan sih ? kok terkesan ribet ya..? 


Ceyuuuuum .... puuw tersipuuuuw ...

Sabtu, 09 Juni 2012

Serba Salah





Seharian ini aku agak kedodoran mengatur siklus hati, rasanya gak nyaman terkondisi serba salah.
Ini tentang empatyku yang merasa terabaikan .. , padahal aku serius berharap cemas mendapat info berita dari seseorang yang kuanggap sangat berarti dalam hidup, lhaa kok dia yang kukuatirkan seperti cuek.

Tiba-tiba aku teringat percakapanku dengan si kembar.
Salah satu dari anak kembarku mengerutkan keningnya, saat aku bilang bahwa aku rindu pada salah seorang teman perempuanku yang usianya jauh lebih tua dariku, tiba-tiba saja tawa kecilnya terdengar.

"Kok bisa sama ya ma?, adik kelasku juga gitu, dia idola banget sama aku, justru aku yang cuek, gak enak aja risi jadinya." Paparnya dengan pandangan mata setengah nerawang, sekian menit berikutnya kami saling melempar pandang, anakku lantas mendekati kemudian memelukku.

“Maafkan aku ma, pasti mama butuh teman bicara yang nyaman disaat-saat tertentu, apakah yang lain tak bisa menggantikan?” Anakku balik bertanya, aku terdiam.
Sejujurnya aku pun ragu akan jawaban yang tiba-tiba muncul dibenakku.
Sejatinya kita memang harus siap hidup kembali sendirian tanpa bantuan siapapun kecuali curhat kepada sang Pecipta, namun … ini jelas tak mudah.
Lantas kemudian aku pun teringat sesuatu, lama sebelum hari ini ..

Suatu pagi seusai sholat dhuha, ponselku berkedap kedip, suaranya pelan, dan memang sengaja ku kecilkan volumenya, ada sebuah nama tertera display ponsel.

“Dee, ini Aya ……………”  Dan bla bla bla Aya bicara panjang lebar, berikut kudengar isak pilu tertahan. 
Kubiarkan Aya menyelesaikan tangisnya, di susul curhatan hatinya yang kadang diselipi dengan senggukan isak tangis tertahan.

Lucunya disaat yang sama, tiba-tiba aku juga teringat kepada temanku di ujung sana, yang saat ini sedang sakit. 
Dulu  aku sempat berhayal, bahwa aku ingin sekali bertemu dengannya, lantas kami bincang-bincang, aku juga sempat berhayal, kami bertemu di sebuah pantai, dengan debur ombak yang memekak hebat ditelinga, lalu  sepakat bicara pelan sambil mengukur kekuatan konsentrasi pikiran menahan lajunya brisik alam disekitar.
 Yaa, inilah khayalku yang belum kesampaian sampai kemudian datang telepon dari Aya.

Ada banyak sebab kenapa aku butuh sekali bertemu dengan temanku.  Aku ingin sekali bicara dengannya, tak melulu aku harus curhat kepadanya, apapun alasannya kita tetap butuh teman bicara, butuh berhabluminnanas secara sehat, tentunya pasti akan juga sampai pada berhabluminallah smpurna dan terjaga.

Ia tau.
Aku ingin bicara tentang kehidupan, yang tak bisa dibeli diwacana manapun terkecuali itu ada pada proses pengalaman hidup seseorang, pengalaman hidup yang kemudian melahirkan rasa `empati` pada siapapun saja, terlebih mereka yang mengalami sendiri, `tercubit, terjepit` ganasnya hidup, lantas menggelepar sendirian. Kasarnya adalah aku ingin berbagi empati.

Ia tau.
Kadang aku sering bertanya-tanya, mengapa banyak sekali orang-orang yang selalu saja terjebak pada situasi seperti ini, disaat kita butuh sekali teman bicara, yang dibutuhkan bahkan cenderung `cuek` seperti sama sekali tak perduli.
Duuh, ingin rasanya aku berteriak, mengapa selalu saja kita terlambat menyadari , bahwa sesungguhnya kita  butuh rasa `empati` , setidaknya, cukup untuk mendengarkan saja saat kita butuh  bicara.
Benar, cukup dengarkan  saja saat kita butuh bicara …
Seharusnya ia tau hal ini.

Kini , semuanya di mataku, tak ubahnya seperti  mereka yang lain, selalu menganggap aku ini `aneh`, terlalu mengkultuskan seseoranglah  inilah, itulah, lantas berakhir dengan.

“Dee, maafkan aku ya?, selama ini aku salah mendugamu.”

Kembali ke Aya dan anakku
Aya tempo hari bilang akh … , lagi-lagi  Aya mengatakan hal yang sama.

“Dee, maafkan aku..”
Dulupun temanku juga pernah bilang.

“Dee, maafkan aku. ”

Lantas anakku pernah bilang.

“Maafkan aku ma, pasti mama butuh teman bicara yang nyaman disaat-saat tertentu, apakah yang lain tak bisa menggantikan?” 

Sejujurnya saja aku tak punya keberanian lagi untuk `marah`, karena `marah sudah lama ku pendam jauh ke dasar bumi, dan tak ingin ku lihat lagi.

Maka hari ini aku hanya ingin bilang, apa yang salah dengan aku ? jika hari ini aku seakan terkondisi serba salah, aku kesulitan menemui seseorang yang sedang terkapar sakit, aku kesulitan mendapatkan info tentangnya. 
Aku ingin berbagi empaty bukan minta dibagi.
Apa kah aku berlebihan?
Kurasa hidup ini lebih aneh dari sekedar berjalan luruuus kedepan .. 

Astghfirrlaaah ... 

Rabu, 06 Juni 2012

Rinduku Pada Bulan

Belakangan ini aku suka sekali mengamati beberapa ekspresi aktifitas sosok yang sedang melewati fase usia senja.
Yang terlihat adalah gambaran gemar berkesendirian, lebih banyak diam, sesekali menolak untuk didekati, sedikit murung, agak sensitif, namun tetap berusaha menjaga hatinya, agar terlihat tegar.

Menjadi tua memang bukan masa yang nyaman, apalagi jika harus sendirian.
Ini fenomena, yang entah bakal kulalui atau tidak, waullahualaam, namun mau tak mau aku harus siap menghadapi, siap hidup kembali sendirian, hening tanpa bising.

Anak-anak adalah milik masa depan, yang tak bisa selamanya dipeluk, dipertahankan untuk tetap bersama kita. Sebagaimana yang kulihat, sosok yang sedang kuamatipun mungkin demikian. Kadang aku greget sendiri, seringkali aku tak sabar ingin segera mendengar ceritanya, seperti apa rasanya berkesendirian ...
Lebih dari itu, kini kudengar ia sedang sakit, dan tetap menolak ditemui siapapun ..

Gerombolan kutilang pemakan timun medan, menari, bergelantungan di tanaman yang merambat pada lilitan kawat yang terpasang di pagar tembok sekeliling rumahku.
Mereka memamerkan diri di depan pengawasan mataku yang tanpa kaca mata, seakan berisyarat :

"Aku ingin kau tau, kelak jika aku tak ada lagi disini bersamamu, semua yang ada tentang persahabatan ini bisa menjadi pelangi bagi kehidupan keluargamu.
Pagi tak selalu indah, tapi setidaknya kamu berhasil merekam kebersamaan ini untuk diteruskan sebagai kebaikan yang mengalir …"

Tiba-tiba saja aku begitu rindu, rindu sekali kepadanya ...
Ia yang kerap mengibaratkan dirinya bagai Bulan .. 

Kasian Bulan sendirian, sesekali tertutup awan ..
Bulan? mana Bintang?
Langit tak harus bilang, Bintang murung, Bulan menolak berpegangan tangan.
Langit tak harus bilang, Bulan tetap bersinar meski sedang kepayahan..
Langit tak harus bilang, diam-diam Bulan dan Bintang saling berdoa dari kejauhan.
Langitpun tak harus bilang, `rindu` Bintang tlah melangit
Laut mengedip, Bintang tersipu, Bulan menunduk, menggantung senyum...


*Syafakillah, semoga cepat sembuh, Bulan... 

Selasa, 15 Mei 2012

Istighfar itu melonggarkan

Tadi pagi salah satu dari anak kembarku yang kuliah di Jogya meng` sms` aku, isinya begini : 

"Maa kenapa yaa? ada orang yang hidupnya selalu saja di taburi dengan keberuntungan, padahal dia tuh gak lurus-lurus amat akhlagnya, aku tau persis kok, dia selalu beruntung, dan semua keberuntungannya itu sepertinya tanpa di dahului dengan upaya kerja keras, sementara aku? mau apa-apa tuh harus selalu jungkir balik dulu, itupun kadang ada gagalnya."

Lama benar aku terdiam, sebelum benar-benar siap menjawab pertanyaan anakku. 
Lantas sambil terus berdzikir khafi (dzikir dalam hati) aku mulai memikirkan jawaban bagi anakku.
Kita semua tahu bahwa hidup ini sesungguhnya diperuntukkan untuk bersyukur. 

Hidup adalah untuk mensyukuri realitas apapun.
Termasuk mensyukuri proses berliku nan panjang, dalam setiap upaya guna mencapai ketidak-pastian keberhasilan.

Mungkin anakku sendiri lupa menyadari, bahwa untuk melihatnya tumbuh besar seperti sekarang, aku pun mengalami hal yang sama, aku butuh waktu cukup lama untuk membuatnya menjadi seorang gadis yang mampu tampil full dengan rasa percaya diri yang positiv. 

Ada fase yang teramat sulit untuk di pahami kala itu, aku selaku ibunya merasa merasa sangat yakin, anakku ini tergolong anak yang cerdas, namun entah mengapa ia seperti selalu dan selalu tak yakin akan keberuntungannya. Bahwa untuk menjadi baik, terpilih dan selalu merasa beruntung itu justru ada disaat kita `dikurangi` porsinya. 

Inilah yang disebut-sebut sebagai cara lain atau jalan pintas bagi keberuntungan itu sendiri, karena keberuntungan yang sesungguhnya adalah hasil dari kesiapan kita untuk senantiasa mensyukuri. 
Bisa jadi, apa yang dilihat oleh anakku pada contoh keberuntungan temannya itu bukanlah `keberuntungan sejati`, akan tetapi hanyalah sebuah wujud dari `kemudahan`. 
Dan kita semua tau, apapun yang didapat dengan amat sangat mudah, biasanya akan mudah pula lepas dari tangan kita. 
Lain halnya jika kita mendapatkan sesuatu itu dengan susah payah, maka pastinya juga, kita terlatih untuk menghargai, lantas jika seseorang terbiasa menghargai sebuah hasil, ia akan berupaya untuk mulai berempati.  

Tak ubahnya seperti rangkaian tangga yang memutar dan berliku-liku panjang.
Dengan ‘menikmati’ langkah demi langkah meniti tujuan, seseorang akan terlatih untuk senantiasa bersyukur, menghargai jerih payah sendiri serta hasilnya.
Ini adalah wujud dari sebentuk rasa syukur pada diri sendiri yang  sudah MAU menapaki titian.

Bila langkah demi langkah itu dinikmati, selalu mensyukuri,  niscaya kita tak akan pernah berasa kecewa bila setiba di puncak tangga tujuan, ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, karena selalu yakin, segalanya akan dipergulirkan.

Setelah terdiam sejenak, segera kuraih ponselku, diseberang sana anakku menyambutkan dengan tawa.
"Aiiih mama ini looh, baru aja aku mau telepon, mama jangan kuatir, aku baik2 aja, tadi itu aku hanya sekedar ingin share dengan mama, dan .. ehmmm ...temanku gak bisa kayak kita ini maa, aku sama mama kan ikatan emosional selangit, kita suka ngerasa sesuatu itu secara bersamaan.." Celoteh anakku itu diakhiri dengan tawa nya yang khas. 

"Tuuuh pintelll anak mama, bilang apa ayooo?" Candaku pada ndoel di seberang sana..
"Iya maa, allhamdullillah wa syukurillah ya Allah, aku merasa beruntung punya mama yang huebaaat." Sambungnya lagi, disusul dengan cerita-cerita lainnya.

Ternyata hidup ini ruarrr biasa, tapi sudah barang tentu tak gratis, ada sesuatu yang harus dibayar tunai, yaitu ada doa dan upaya disertai kekuatan penuh dan yakin akan pertolongan Allah ..

Dalam hadits disebutkan :

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Siapa yang kontinyu beristighfar maka Allah jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya, kesudahan dari setiap kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka.” 
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah) 








Senin, 14 Mei 2012

Nganyao Suat Ke Tanjung Pandan – Belitong

Gangan, Krete Angin, dan Satam...

Pertama kali aku menginjakkan kaki di Pulau Belitung ini, yaitu di pelataran airport Buluh Tumbang, rasanya aneh sekali, aku kok gak merasa seperti kehilangan ya?, padahal ini berarti aku telah resmi berpisah dengan keluarga besarku di P. Jawa. 
Keluar dari bandara Buluh Tumbang, aku mulai disergap hangatnya sinar matahari pagi, belum seberapa terasa gerah bin hareudang, karena mungkin saja suhu tubuhku masih berisi pasokan `cinta pengantin baru`, heuheuy dedeuhh… 

Apa yang terekam di benakku tentang kota kecil ini sungguh ruarr biasa. Pertama jelas, Tanjung Pandan adalah kampung halaman tiga kurcaciku, yang memang ketiganya terlahir di kota ini. Kedua, ketiga, keempat dan seterusnya adalah rangkaian cerita yang berkesinambungan selama kurun waktu kurang lebih 10 tahun yaitu antara tahun 1986 hingga 1995.
Awalnya untuk kami tinggal di mess karyawan yang lokasinya berhadapan kumpulan tanaman bakau.   
Menurut suamiku di hutan bakau tersebut ada banyak sekali biawak liar yang kadang tersesat, setelah iseng-iseng `bermain` , menyebrang ruas jalan raya yang tak seberapa lebar didepan mess tempat tinggal karyawan. 

Yang menajubkan selama 10 tahun aku tinggal di Tanjung Pandan, aku sama sekali tak menemui ada pengemis, tuna wisma, atau orang gila yang berkeliaran di jalanan, pasar tradisionalnya pun bersih. 

Keluar dari tempat jualan ikan laut segar, mata ini bisa melihat beberapa perahu nelayan yang sedang ditambatkan, kadang-kadang ada nelayan yang kesiangan tiba di pantai, dan itu berarti hasil tangkapannya biasanya akan dijual sendiri oleh keluarganya, mereka berkeliling dari rumah kerumah.
Bagiku hal ini ruaarr biasa sekali, karena akhirnya aku dan keluarga kecilku bisa menyantap ikan yang benar-benar masih segar. 
Ikan segar jika langsung diolah biasanya terasa agak manis dan lebih gurih. 


Penduduk Tanjung Pandan bahkan hampir seluruh penduduk Pulau Belitong memang lebih meyukai hidangan olahan yang terbuat dari ikan laut segar ketibang sayuran, tapi bukan berarti sama sekali tak mengkonsumsi sayuran, yang jelas, harga sayuran di sana, saat aku masih tinggal di Tanjung Pandan memang muahaaaalll.
Satu ketika salah seorang teman kantor suamiku mengundang kami makan siang bersama di rumahnya, dan apa yang terlihat di meja makan adalah serupa dengan sekawanan ikan yang sedang ber` demo. 

-          Ada Ikan Bakar Polos (benar-benar hanya sekedar dibakar saja tanpa bumbu apapun dengan sisik ikan yang tetap dibiarkan tanpa disiangi terlebih dahulu) plus saus kecap berisi irisan cabai rawit, irisan tomat dan bawang merah.
-          Ada ikan masak Kuning, rasa bumbuya seperti acar kuning ..
-          Ada ikan masak Cabai Pedas, hampir menyerupai badalo masakan Padang.
-          Dan yang terakhir adalah menu andalan mereka yaitu ikan masak Gangan, menu ini adalah makanan khas Pulau Belitung, kuahnya berwarna kuning, bisa kental bisa juga agak encer.

Artinya saat itu di meja makan sama sekali tak ada sayuran sedikitpun. Tiba- tiba teman kantor suamiku seakan terhentak, lantas dengan senyum setengah malu, dia meminta izin kepada kami untuk menunggu sebentar. 
15 menit kemudian dia datang menemui kami, sambil membisikkan sesuatu ketelinga suamiku, ia menyuruh kami segera menyerbu kemeja makan. 
Rupanya tadi si tuan rumah bersama istrinya bergegas ke pasar membeli beberapa jenis sayuran yang langsung di pamerkan di meja makan disertai sambal terasi tentunya. 

“Maaf mbak, bini aku lupe, mbak kan suka lalap.” Kilahnya di iringi senyum tersipu.
Meskipun masih terasa aneh di lidahku, demi penghormatan, siang itu kucicip semua menu kawanan ikan laut, ternyata nikmat juga menyeruput kuah Gangan. Akhirnya menu ikan Gangan menjadi topik hangat perbincangan kami seusai makan siang. 

Sebenarnya ada beberapa makanan khas yang hingga kini juga menjadi menu favorite keluarga kecil, terbuat dari Ketam/ kepiting laut. 
Sayangnya untuk mendapatkan kepiting laut segar berukuran sedang saja semakin hari semakin agak sulit di masa itu, karena ternyata para pencari kepiting lebih menyukai menjual hasil tanggapannya ke pihak usaha industri rumahan pengolahan kepiting, atau mungkin juga tangkapan kepiting ini harus berkorelasi dengan musimnya. 

Dahulu ketika kami masih tinggal di Tanjung Pandan, setiap pagi kami selalu mendengar sirene, yang menandai waktu bekerja bagi karyawan PT. Timah. 
Tak ada kendaraan angkot saat itu, semua transportasi rata-rata dilakukan dengan ber` krete angin` alias bersepeda, perbandingan kepemilikan kendaraan antara pemilik motor dan pemilik `krete angin` hampir sama, sebagian penduduk menyebut istilah sepeda ini kadang juga dengan sebutan ` Speda Unte`. 

Perbedaan antara Krete angin dan speda Unte terletak pada batang sepeda bagian depan, dipikir-pikir speda Unte memang nyaris menyerupai leher onta. 
Speda Unte ini adalah juga sepeda onthel yang kita kenal, kini pencinta sepeda Onthel memiliki komunitas tersendiri di daerah Bogor, Jawa Barat. 

Berkeliling memutari kota ini rasanya tak lengkap jika belum mengintip pantai Tanjung Pendam, Kenapa demikian? Sejujurnya saja, kadang aku rindu untuk sekedar melihat susunan genting dari sebuah rumah.
Lho kok ? anehhhh….

Begini…
Rumah-rumah penduduk di sana kebanyakan tidak memakai genting, melainkan asbes, bahkan ada yang menggunakan atap seng biasa.
Genting mungkin juga termasuk bahan bangunan yang agak mahal, dan mungkin inilah sebabnya hanya orang berduit lah yang rumahnya beratap genting.

Saat akan memasuki kawasan pantai Tanjung Pendam, biasanya kami melintasi perumahan para pejabat PT Timah, setengah memohon aku minta pada suamiku untuk mengurangi kecepatan laju motornya agar dapat berlama-lama memandangi satu persatu rumah-rumah mewah milik para pejabat PT. Timah.   
Dan tentu saja hal pertama yang kulihat adalah gentingnya.  hehehhe …. : -)

Sesuatu yang kerap dicari oleh para pendatang yang menetap di P. Belitong adalah batu Satam, batu ini berwarna hitam pekat, warnanya nyaris serupa dengan warna cairan aspal yang sedang dimasak. 
Bentuk batu Satam tidak beraturan, permukaannya tidak mulus, besarnyapun bervariasi.

Batu satam ini mungkin hanya satu-satunya yang ada didunia. 
Di Pulau Belitung sendiri, tidak mudah untuk mendapatkan batu satam, apalagi untuk dijadikan kerajinan. 
Biasanya para perajin mendapatkan batu satam dari para penambang timah darat, yang menemukan satam ini secara kebetulan dari perut bumi dengan kedalaman 50 meter. 

Mereka pun menemukannya secara tak sengaja, terbawa oleh pipa pompa penghisap air yang diarahkan ke sakan yaitu tempat untuk memisahkan pasir dan timah.
Di kalangan masyarakat Belitung sendiri, batu satam ini dipercaya mempunyai kekuatan magis sebagai penangkal penolak racun dan unsur makhluk-gaib. 
Namun bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Timah ini, selalu menyempatkan diri membeli batu satam ini sebagai cendramata khas Pulau Belitung, yang dijadikan kalung, giwang, bros, cincin, tasbih, tongkat komando dan sebagainya, yang dikenal dengan istilah kerajinan Satam.