Banyak hal yang bisa menjatuhkan kita. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkan kita adalah sikap kita sendiri.

Puisi-Puisi Bunda Adhe Harto



Konflik

Aku jadi ingat omonganmu,
tentang mandi pakai air hangat.
Kemudian  dengan siraman air dingin,
sungguh aku baru tahu khasiatnya.
Kucoba dan tubuhku kembali bugar.
Kadang aku suka menyimak suara hatimu
saat kamu sedang merenung sendiri.
Kamu terdiam, termenung di depan komputermu,
berkata pelan, seperti berbisik lirih.
Kamu tak  mengetahui,
aku terus menyimak gerak bibirmu,
membaca kegalauanmu.
Kamu terdiam, tak berusaha bertanya apapun.
Sekali lagi diaaaaamm...
Aku ingin memiliki kekuatan untuk terus mendekatimu,
mengamatimu, mengendus aroma khasmu,
tawa segarmu, bahasa daerahmu yang kental.
Aku selalu penasaran, kamu itu ibarat angin,
kadang lembut semilir, kadang menderu bak badai sekejap,
sekejap semuanya serba penuh dengan gejolak.
Aku melihat kamu menangis tertawa pahit,
berkali-kali aku melihat kamu terjungkal,
bangun lagi, merangkat pelan, terjungkal lagi, berjalan pelan lagi,
sampai aku punya keberanian untuk menulis hal ini kepadamu…
kenalkan aku..
matahari-hatimu,
aku rindu juga padamu…
(******)


Lelaki Tua Dan Cinta Lama

Lansia bercinta miskin kata sarat makna.
Menukar rindu basi setara bubur bayi.
Dalam senyum tertahan di bibir layu bergincu.
Satu langkah perlahan jemari bergetar.
Tasbih di tangan kanan.
Berhadapan dengan cinta lama.
Lelaki tua membalas senyum berkata pelan.
Nin, buatlah agar tak  aku bosan kepadamu.
Bibir layu bergincu  lirih menjawab.
Bisik-bisiknya luruh menyentuh.
Binar- binar liar tak  lagi menggagap.
Tuhan lebih pandai mengelar.
Memanggil pulang jiwa resah tanpa cinta diawal perjalanan.
Lansia bercinta, lansia penuh doa.
Allhamdullilah.
(******)

Fenomena


Mungkin, setelah ini kamu adalah cerita lama.
Mungkin, melepasmu dengan iringan sembabnya mataku adalah rasa amarah lama.
Mungkin, yang dulunya kita sempat terbang bersama adalah bukan cinta.
Mungkin, menjadikan animasi khayalku, kepadamu adalah hitungan kasat mata.
Mungkin, pada apapun yang kusuka darimu adalah semangatku disaat aku `patah`.
Mungkin juga kini,  kamu tlah menjadi burung mengawang sendirian disana.
Atau pada sejuta mungkin yang bisa kulukis, tuk mengikis paraunya suaraku.
Kita bisa bersama dan ADA karena Allah semata.
Kita adalah fenomena…
(******)


Hope…


Tuhan, jangan marah...
Aku memang sedang, sedang jatuh cinta, karena mencintai-Mu terlalu mahal bagiku,
Aku ingin Engkau tau, senyum ini sesungguhnya terasa pahit,
meski sebelah tanganku tlah berpegangan dengan-Mu.
Aku sakit, pucat, itu benar, dan tak boleh seorangpun tau,
saat Kau lapangkan hatiku, Kau bebaskan jiwaku.

Tuhan, mengapa harus..?
Aku letih, berharap, menunduk tersipu -terlebih dahulu-

(******)

Pendosa? Mari Kuantar Kamu Pulang...


Bila topi tak lagi menutupi kepala.
Sepatu tak bisa melindungi kaki.
Langit tetap diam menanti.
Menungguku berteriak langsung.

Jubah putihmu terlihat buram.
Sebagian bertambal sulam dengan warna coklat.
Coklat yang menyimak ketat di sepanjang lapar hausku.
Mengejek dan tertawa.
Suhuku yang pertama ditandai amarah, iri dan serakah.
Kacau.
Maka kamu bukan lagi suhuku.
Lantas muncul ajaran yang membadan.
Membuang halus sisa kekacauan.
Mengajakku keluar masuk mencari cahaya di ujung langit hati.
Suhu keduaku bercahaya, namun tak penuh.
Sedikit kasar dan tanpa wewangian, bening polos sewarna bayi.
Suhu, suhu, suhu.
Aroma perang tanding suhu dan suhu.
Mata hatiku  kelelahan.
Suhu keduaku marah, meninggalkan
kacau.
Aku tertinggal diranah tak bertuan dengan satu pelita ditangan.
Perjalanan sendiri mencari kebenaran.
Diantara senyum sinis amarah benci dan sedikit cahaya.
Dalam hitungan depa demi depa menerobos malam.
Suhu keduaku tiba-tiba datang, sekelebat secepat cahaya temaram.
Membawa, menyeretku kehuluan.
Dalam wudhu, air mendinginkan kepalaku, hatiku,
di sajadahnya dia berdoa bagi kalian semua orang tercintanya,
lalu dia bilang,
" tetap tenang, jangan kurangi dosa si pendosa dengan doa buruk dan amurkamu.
Insya Allah kita aman, damai tergenggam dalam lindungan.
Yaa Latif… Yaa Malik … Yaa Quddus.. Yaa Mujib.
lindungi kami semua dari kekacauan.
Aamiin... "
(******)


Bandarlampung,  7 Mei 2012





Tidak ada komentar:

Posting Komentar